Semua tulisanku ada disini

One Year Already


Kalau ada seorang perempuan yang paling sabar di dunia ini, itu pasti ibuku. Pasti ! Seperti pada umumnya orang Bali pesisiran (desa), aku memanggil ibuku dengan “MEMEK” (jgn ketawa, ini bahasa Bali). Orangnya gak begitu tinggi (mungkin hanya sebahu aku), berkulit sawo matang, dengan rambut hitam tebal, dan matanya agak sipit. Orang tidak akan menyebut MEMEK cantik, biasa-biasa aja. Tapi buatku MEMEKku itu orang tercantik dalam hatiku. MEMEK, menurutku, sosok ibu yang sungguh luar biasa.

MEMEK buta huruf, Mungkin cuma sampai SD saja saat ini dan menikah muda dengan bapak. Aku sempat mengajarinya beberapa kali saja (tidak sering, bisa dibilang jarang), namun keinginan bisa membacanya besar banget, MEMEK belajar sendiri dan dia SELALU belajar dengan membaca ALKITAB (kitab suci agama Kristen). Sampai akhirnya aku tau, MEMEK lancar membaca, sungguh luar biasa. Disela2 kesibukan yang begitu padat sebagai ibu rumah tangga, selalu disempatkannya membaca.

MEMEK adalah orang yang tidak bisa berteriak (mengeluh). Seumur hidupku, aku belum pernah SEKALIPUN mendengar MEMEK bersuara tinggi (membentak ataupun memaharahi). Entah tidak bisa, atau memang tidak mau, sampai hari ini aku tidak tahu. Yang aku tahu, MEMEK jarang sekali marah. Kalau pun marah, MEMEK cenderung diam. Sepertinya, amarahnya tidak pernah bisa keluar, karena dada MEMEK begitu kuat menahannya. Tetapi, itu tak berarti Memek tidak pernah marah. Namanya juga manusia.
foto jadul banget, saat kakak nikah
Dengan segala yang MEMEK bisa, MEMEK selalu pengen melakukan hal yang membuat bapak ataupun kami anak-anaknya senang. Misalnya dalam hal memasak, apapun yang kami ingin makan, ibu selalu berusaha buatkan. Tau gak, masakan memek itu masakan yang selalu enak buat aku makan, apapun itu dan aku selalu rindukan itu setiap saat sampai sekarang. Dan juga pinter banget dalam hal membuat jajanan, atau kue gitu.

MEMEK begitu hormat kepada Bapak, sampai-sampai tidak pernah kudengar MEMEK protes barang sekali pun (mungkin hanya sesekali mengutarakan kekesalannya pada bpk kepadaku). Aku tidak tahu apa sebabnya. Namun, melawan suami? Tidak ada kamusnya. Karena, memang tidak ada alasan bagi Memek buat melawan Bapak.

Kata MEMEK, ketika menikah, MEMEK masih kecil. Ya seperti orang2 lainnya pada zaman itu. MEMEK berasal dari keluarga yang bisa dikatakan biasa saja. Tetapi Bapak termasuk orang yang punya. Tapi saat itu, kakek (bapaknya bapak) seneng Judi, banyak tanah ataupun kebun yang dijual. Sayang sekali...

MEMEK adalah tipe isteri yang berbakti kepada suami. Keikhlasannya menjadi pendamping Bapak memancar lahir dan batin. Terutama juga buat kebahagiaan anak-anaknya. Sebagai pasangan suami istri tentu pernah ada pertengkaran, namun tidak ada protes dari MEMEK, tidak ada keluh-kesah, tidak ada kata kasar dan bentakan. Yang ada adalah kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi kehidupan yang sangat berat. Kondisi seperti itu yang membuat aku, hingga kini selalu berusaha menjadi sesosok MEMEK (walau aku masih jauh dan banyak kekurangan seperti ini).

Semua itu membuat MEMEK memang tidak ceria, tetapi juga tidak kelabu. Wajahnya teduh, dan memancarkan keikhlasan dan kesabaran tanpa batas. Kebutuhan hidupnya sangat tidak tercukupi. Tetapi MEMEK tidak pernah mengeluh. Tidak pula pernah menangis. Kalau pun pernah, itu saat memek sakit sampai MEMEK meninggalkan kami (20 April 2011). Di tangan MEMEK, apa yang bagi orang lain tak cukup, menjadi cukup. Yang sempit menjadi lapang. Yang dianggap orang hanya cukup untuk seorang, di tangan MEMEK bisa cukup untuk tiga orang. Daya tahannya benar-benar luar biasa, dan itu dialirkannya ke tubuh kami lewat setiap kepal nasi yang dibagikannya di piring-piring kami, lewat setiap tetes air yang kami teguk, lewat cahaya matanya yang berkaca-kaca tetapi tak pernah mengalirkan air mata, lewat detik-detik waktu yang kami jalani jengkal demi jengkal.

Aku selalu ingat senyum memek dalam keadaan apapun, aq selalu ingat sentuhan tangannya setiap malam menjelang tidur, mengolesi minyak hangat pada kedua kakiku dan memijatnya

Ketika aku rindu pada MEMEK seperti sekarang ini, aku sering membayangkan betapa menderitanya MEMEK dulu dan belum sempat aku balas, sedih sekali. Tetapi penderitaan itu MEMEK hadapi tanpa suara. Bukan bisu, tetapi diam. Sikap diam yang sanggup membuat penderitaan menyerah di kakinya. Bapak dan MEMEK adalah orangtua yang rela menderita demi anak-anak mereka. Pandangan mereka jauh ke depan, sehingga yang di depan mata tidak mereka perdulikan. Mereka berdua begitu memperhatikan kami, sehingga hak-hak mereka untuk sedikit senang, rasanya sudah kami rampas sehabis-habisnya.

Sekarang, MEMEK sudah tidak bersama kami lagi. Bapak benar2 lebih berubah, seakan sosok memek hidup dalam diri bapak, semuanya kami rasakan. Bapak yang benar-benar menjadi seorang bapak sekaligus menjadi seorang ibu buat kami. " MEMEK bisa tenang disana "

" Maap hari ini dek gak bisa pulang dan tengok ke makam MEMEK, pasti MEMEK tahu alasannya. Bukan karena gak kangen, gak sayang,,, dek sayang banget sm MEMEK, MUACH "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

SeTuSeCe |||||blog Dek Aha sejak 2010||||| TemplateismMyBloggerLab

Gambar tema oleh richcano. Diberdayakan oleh Blogger.